IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya untuk memperkuat arsitektur keungan global dan
mencari solusi jangka panjang terhadap kurangnya transparansi informasi
keuangan. Tujuan IFRS adalah memastikan bahwa laporan keungan interim
perusahaan untuk periode-periode yang dimaksukan dalam laporan keuangan tahunan,
mengandung informasi berkualitas tinggi yang: (1). Menghasilkan transparansi
bagi para pengguna dan dapat dibandingkan sepanjang periode yang disajikan.,
(2). menyediakan titik awal yang memadai untuk akuntansi yang berdasarkan
pada IFRS., (3). dapat dihasilkan dengan biaya yang tidak melebihi manfaat
untuk para pengguna.
Saat ini standar akuntansi
keuangan nasional sedang dalam proses konvergensi secara penuh dengan
International Financial Reporting Standards (IFRS) yang dikeluarkan oleh IASB
(International Accounting Standards Board. Oleh karena itu, arah penyusunan dan
pengembangan standar akuntansi keuangan ke depan akan selalu mengacu pada
standar akuntansi internasional (IFRS) tersebut.
Meskipun penerapan IFRSs dapat
memberikan manfaat bagi iklim investasi di Indonesia. Akan tetapi terdapat
beberapa kendala yang dapat menghalangi/mempengaruhi penerapan IFRS di
Indonesia. Menurut Perera dan Baydoun (2007) ada 4 aspek yang dapat menjadi
kendala penerapan IFRS di Indonesia. Lima Aspek Tersebut adalah (1) aspek
lingkungan sosial; (2) aspek lingkungan organisasi; (3) Aspek lingkungan
Profesi; dan (4) Aspek lingkungan individu.
- Aspek Lingkungan Sosial
Indonesia sebagai negara yang memiliki
nilai budaya yang berbeda dengan nilai budaya asal IFRSs dapat mempengaruhi
proses pelaksanaan penerapan IFRSs di Indonesia. IFRSs yang dikembangkan di
negara Anglo-Saxon yang cenderung memiliki nilai budaya indivilualisme yang
tinggi dan jarak kekuasaan (power distance) yang rendah dapat terkendala
penerapannya di Indonesia yang memiliki nilai budaya berkelompok yang tinggi
dan jarak kekuasaan yang juga tinggi. Hal ini dikhawatirkan akan mempengaruhi
tingkat profesionalisme akuntan. Selain itu penegakan aturan (i.e. penerapan
IFRS bagi perusahaan-perusaahn di Indonesia) juga diragukan. ini dikarenakan
nilai budaya rakyat Indonesia yang cenderung melihat seseorang dengan pangkat
lebih tinggi juga memiliki kekuasaan yang lebih tinggi sehingga dapat menjadi
sumber penyelewengan.
2. Aspek Lingkungan
organisasi
Perusahaan-perusahaan di Indonesia pada
umumnya mendanai kegiatan usaha mereka dengan menggunakan pinjaman dari bank.
Pendanaan perusahaan melalui pasar modal saat ini masih cenderung minim.
Data dari Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa hanya 442 perusahaan
yang terdaftar di BEI sedangkan data dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2009
mengestimasi perusahaan di Indonesia sebanyak 25.077 perusahaan. Keadaan ini
dapat menjadi kendala untuk penerapan IFRSs karena kecenderungan pembiayaan
perusahaan masih kepada sektor perbankan. Bank normalnya dapat memiliki akses
langsung ke informasi keuangan perusahaan sebagai penyedia dana utama. Hal ini
mengakibatkan perusahaan belum merasa butuh untuk menerapkan standar keuangan
internasional yang telah terkonvergensi dalam PSAK. Dapat diasumsikan bahwa
perusahaan menganggap manfaat dari penggunaan IFRS lebih kecil dari biaya yang
dikeluarkan untuk mengadopsi standar tersebut.
3.
Aspek Lingkungan
Profesi
Penerapan IFRS di Indonesia seharusnya
dibarengi dengan penataan dan penyediaan sumber daya manusia sebagi motor
pelaksanaan standard tersebut. Profesi akuntan di Indonesia memiliki 4 kategori
keanggotaan :
- Register A: anggota dengan gelar akuntan yang juga telah berpraktek selama beberapa tahun atau menjalankan usaha praktek akuntansi pribadi atau kepala dari kantor akuntansi pemerintah;
- Register B: akuntan public asing yang telah diterima oleh pemerintah Indonesia dan telah berpraktek untuk beberapa tahun;
- Register C: akuntan internal asing yang bekerja di Indonesia;
- Register D: akuntan yang baru lulus dari fakultas ekonomi jurusan akuntansi atau memegang sertifikat yang telah dievaluasi oleh komite ahli dan dipertimbangkan setara dengan gelar akuntansi dari universitas negeri. (Yunus, 1990 dalam Perera dan Baydoun, 2007, p.213)
Kebanyakan dari akuntan yang ada di
Indonesia adalah akuntan dengan kategori D, sehingga sumber daya manusia untuk
melaksanakan standard akuntansi secara memadai masih kurang.
4.
Aspek Lingkungan
Individu
Nilai budaya masyarakat Indonesia yang
kental dengan kolektivisme dan cenderung memiliki jarak kekuasaan yang tinggi
dapat berpengaruh terhadap lemahnya pengembangan dan penerapan IFRSs di
Indonesia. Para professional dikuatirkan bersikap pasif terhadap draft-draft
eksposur karena menganggap tidak perlu berpartisipasi dalam pembuatan standard
(sebagai efek dari tingginya jarak kekuasaan).
Referensi:
http://indypuspita.blogspot.com/2011/05/penerapan-ifrs-di-indonesia.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar